Petani Telukjambe, Karawang yang sejak tahun 2012 berkonflik dengan PT. Pertiwi Lestari melakukan Aksi Kubur Diri di depan Istana Negara dimulai dari tanggal 25 April 2017 hingga waktu yang belum bisa ditentukan. Sekitar 300 orang akan mengikuti aksi protes tersebut untuk menuntut pemerintah dalam beberapa hal, yaitu:
Tegakkan Undang Undang Pokok Agraria Tahun 1960
Cabut Hak Guna Bangunan No.15, No.11, dan No.30 atas nama PT. Pertiwi Lestari
Kembalikan hak tanah para petani yang dirampas
Kembalikan petani Telukjambe ke lokasi tempat tinggal dalam keadaan semula
Hentikan kriminalisasi terhadap pejuang agraria
Selain para petani Telukjambe yang tergabung dalam Serikat Tani Telukjambe, terdapat beberapa organ lain yang mendukung dan ikut berpartisipasi dalam Aksi Kubur Diri ini, di antaranya: Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta dan Bandung, Majelis Pelayanan Sosial (MPS) Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), PBH Dompet Dhuafa, Komisi Keadilan dan Perdamaian (KKPKWI), Barisan Muda (BM PAN), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI).
Aksi Kubur Diri ini dilakukan untuk mendapatkan perhatian pemerintah terkait konflik agraria di Telukjambe, Karawang. Sejumlah audiensi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah RI dan Dewan Perwakilan Daerah RI belum menghasilkan keputusan yang diinginkan. Dengan aksi ini, para petani Telukjambe ingin menekan pemerintah terkait tuntutan-tuntutan mereka.
Setiap orang bergerak. Ada yang bergerak dengan lari atau, bahkan, ada yang merangkak. Aku dan kau bergerak. Tetapi, kemana arah gerakku? Kemana arah gerakmu? Tidak peduli, kawan. Setiap gerakan semestinya adalah gerakan menegasi. Gerakan yang menolak ketidakmungkinan-untuk-berubah, meludahi yang-telah-ada, dan melahirkan yang-akan-ada.
Sementara aku bersenang-senang, selalu ada kezaliman yang mengungkung banyak aku-yang-lain.
Jika aku adalah subjek, maka aku-yang-lain juga subjek. Aku dan sekumpulan aku-yang-lain membentuk kita. Kita adalah subjek; kita adalah manusia. Namun, kita terlalu majemuk, terdiri dari kami-yang-senang, kami-yang-murung, kami-yang-tertindas, kami-yang-menindas; kami-yang-dikuasai dan kami-yang-menguasai.
Kenapa ada kami yang beragam? Ada kami dan kami-yang-lain pula. Manusia selalu memiliki perbedaan: banyak beda hanya sekelumit sama. Kondisi sosial historis ikut membentuk ragam kepribadian dan kepentingan kita. Kami banyak, tapi kita hanya satu. Meski bervariasi, kami adalah kita. Yang banyak itu sesungguhnya adalah satu. Aku adalah bagian dari masyarakat, aku-yang-lain juga bagian dari masyarakat yang sama. Semua individu membentuk satu komunitas bersama dalam dunia, komunitas yang pada awalnya untuk saling membantu, bahu membahu; karena pada fitrahnya, keterbatasan manusia mengungkung diri untuk bisa hidup swamandiri. Masyarakat dibentuk – atau terbentuk, agar seluruh aku dapat saling berinteraksi dalam tindakan yang afirmatif dan suportif satu sama lain.
Hingga pada satu titik waktu, aku membentuk kami: komunitas-komunitas yang lebih kecil. Komunitas kecil ini memiliki satu konsep yang dijadikan acuan identitas tersendiri bagi individu di dalamnya, sekaligus pembeda dengan individu atau komunitas lainnya. Pada titik ini, manusia mengedepankan ego identitasnya yang berlainan; kebanggaan sekaligus kebencian muncul, masing-masing pada komunitasnya dan komunitas lain. Sosialitas murni – masyarakat, menjadi tidak lagi murni, masing-masing komunitas membentuk konsep dirinya sendiri dan memuja, meruncingkan perbedaan ini. Sosialitas-murni yang didasarkan pada sebuah keterbatasan akan kemampuan memenuhi dirinya sendiri berubah menjadi sosialitas-etnosentris. Tidak ada lagi masyarakat yang berinteraksi demi ketulusan semata-mata menunjang hidup bersama, tidak ada lagi persatuan yang didasarkan pada kesamaan tunggal; tidak ada lagi warna putih yang memayungi manusia, masing-masing komunitas mewarnai diri mereka sendiri, dan lewat warna itu konflik diadakan. Ada komunitas yang jadi lebih kuat dibanding komunitas lain; ada komunitas yang menindas dan karenanya ada komunitas yang tertindas. Komunitas yang kuat cenderung, dan pasti, menguasai komunitas yang lemah.
View all posts by rizaismus