Campur sari adalah sebuah karya musik yang merupakan kesenian yang tumbuh dan berkembang di daerah Jawa, terutama di daerah Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan juga wilayah Jawa Timur. Campursari merupakan wujud musik yang adanya gabungan dari alat musik irama pentatonik (tradisional Indonesia) dan sebuah irama nada diatonik (barat). Dua unsur musik yang ada itu kemudian di gabungkan mengahsilkan sebuah jenis musik yang baru, yaitu dengan sebutan music Campursari. Ciri khas penyanyi campursari pun selalu memakai pakaian Kebaya sehingga menambah ketertarikan sebuah musik campursari.
Pada awalnya musik campursari ini perkenalkan oleh Ki Narto Sabdo dengan cara menggunakan media Wayang. Di saat itu campursari masih ditampilkan dengan model yang lama yaitu adanya gabungan gamelan dan asli keroncong. Saat ini music campursari dikenal sebagai campursari modern yang dipopulerkan oleh seseorang yang bernama Manthous, ia mempopoulerkan musik campursari modern ini pada tahun 1933. Seorang Manthous yang memiliki kepekaan terhadap musiknya tersebut ia mencoba berinovasi dengan musik campursari ini dengan model campursari yang lama. Manthous menggabungkan seperangkat gamelan yaitu, misalnya: Kendang, Gong, Gender di campur dengan alat music keroncong, misalnya Ukulele, Cak-cuk, Seruling, dll. Dengan adanya inovasi tersebut munculah sebuah musik Campursari yang lebih baik, dan juga lagu-lag yang dibawakan lebih enak di dengar oleh masyarakat. Tidak hanya itu, bahkan pada saat sekarang musik campursari digabungkan dengan Gitar elektrik, Bass, dan keyboard.
Musik campursari rata-rata digemari oleh kalangan orang tua, terlebih lagi masyarakat Jawa yang menjadikan musik campursari sebagai hiburan. Tetapi, dengan berkembangnya zaman musik campursari banyak melahirkan lagu-lagu yang juga digemari oleh kalangan anak muda. Tak hanya itu saja, adapula generasi-generasi penerus yang memilih mejadi musisi campursari. Tetapi musisi yang sudah melegenda seperti Cak Dikin dan Didi Kempot pun masih saja digemari oleh pendengar setia musik campursari.
Kristianto Dwi Nugroho pria yang gemar memainkan alat musik kendang pun ikut turut menjadi generasi muda yang mau ikut melestarikan musik campursari. Ia mengaku menyukai musik campursari sejak ia masih duduk dibangku kelas 6 sekolah dasar (SD). Menurutnya musik campursari enak didengar lantaran musik campursari itu sendiri memiliki lirik lagu yang mudah dimengerti dan dipahaminya mudah.
Didalam sebuah grup musik campursari Kristianto berperan sebagai pemain kendang. Ia mengaku suka dalam memainkan alat musik itu sejak ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama (SMP).
“Saya lebih milih alat musik kendang itu karena lebih suka aja maininnya, kayaknya lebih menantang lebih sulit si kalo emang itu..” tutur Kris.
Adapun kesulitan yang didapat dalam memainkan alat musik kendang itu sendiri, karena seiringnya zaman lagu-lagu campursari pun semakin banyak. Sehingga dalam memainkan musik kendang itu sulit pada saat pergantian lagu yang dimana seorang pemain juga harus paham ketukan demi ketukan yang ada pada lagu tersebut.
“kesulitannya itu kalo campursari kan sekarang banyak lagunya ya.kita, jadi setiap satu lagu ke lagu lain itu musiknya pasti berbeda, jadinya kita maininnya juga berbeda jadinya lebih susah” tutur Kris mengenai kesulitan yang dialaminya saat memainkan alat musik kendang.
Jadi musik campursari pun saat ini masih mempunyai sebuah eksistensi dikalangan masyarakat, disaat banyakmya musik-musik dari luar sudah masuk kedalam Indonesia ini. Inovasi-inovasi yang terus berkembang didalam musik campursari ini pun semakin banyak, sehingga masyarakat pun tidak bosan dengan adanya musik campursari ini.