Dua tokoh legendaris yang pernah berkiprah di dunia musik yang berbeda, yaitu musikalisasi puisi. Chairil Anwar dan Sapardi Djoko Darmono. Dua tokoh tersebut sangat banyak membuat karya yang berawal dari bait-bait puisi, lalu mereka kembangkan menjadi musikalisasi puisi. Mereka bisa dibilang laki-laki pujangga yang banyak sekali merangkai kata, karena karya-karya mereka sudah diakui oleh dunia.
1. Chairil Anwar
Sastrawan satu ini sangat menginspirasi, walaupun hampir semua sastrawan memang menginspirasi, tetapi Chairil Anwar membuat karya yang tetap hidup di hati penikmat bait-bait puisi yang dibuatnya. Meski beliau sudah berpulang ke ramhatullah, tetapi dunia masih mengakui karya-karyanya, dan bahkan banyak musisi atau sastrawan yang mendaur-ulang musikalisasi puisi buatannya.
Contoh karya yang pernah di buat oleh Chairil Anwar :
– Derai Derai Cemara
– Buat Gadis Risyad
– Catetan Tahun 1946
– Selamat Tinggal, dan
– Aku
Berikut adalah contoh puisi yang pernah dijadikan musikalisasi puisi oleh beliau :
“Derai Derai Cemara”
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
2. SAPARDI DJOKO DARMONO
Tak kalah dengan Chairil Anwar. Sapardi Djoko juga salah satu sastrawan yang banyak dicintai oleh penikmat bait-bait puisi. Sapardi Djoko sampai dijuluki sebagai pujangga kebangsaan Indonesia. Pria 77 tahun tersebut dikenal dari berbagai puisi-puisinya yang menggunakan kata sederhana sehingga sangat populer di kalangan sastrawan.
Contoh karya yang pernah di buat oleh Sapardi Djoko Darmono :
– Aku Ingin
– Hujan Bulan Juni
– Hujan Dalam Komposisi
– Gadis Kecil
– Hatiku Selembar Daun
Berikut adalah contoh puisi dari karya Sapardi Djoko Darmono :
Hatiku selembar daun melayang jatuh di rumput
Nanti dulu, biarkan aku sejenak berbaring di sini
Ada yang masih ingin ku pandang
Yang selama ini senantiasa luput
Sesaat adalah abadi
Sebelum kau sapu taman setiap pagi