Pengamatan Dua Mata di Muara Kamal dan Baru

Warga Memancing di Muara Baru

Banyak hal yang saya pelajari dari pengalaman saya meliput di daerah Muara Kamal dan Muara Baru. Entah itu dari sisi ilmu pengetahuan yang tidak pernah diajarkan di pembelajaran kampus, atau pembelajaran kehidupan. Kedua hal itu juga bersifat positif atau merupakan hal yang menyedihkan.

Pertama dari kedua daerah itu saya sangat menyadari pembangunan yang tidak merata karena faktor ekonomi dari penduduk sendiri. Walau secara ekonomi yang dihitung dari bangunan rumah dan kebersihan lingkungan mungkin warga Muara Baru diatas warga Muara Kamal.

Memang banyak bangunan kayu yang bagi saya bisa saja runtuh kapan saja di Muara Baru, namun setelah berkeliling itu hanyalah sedikit, karena adanya apartemen murah yang dibuat pemerintahan didaerah tersebut. Sementara itu saya telah berkeliling didaerah perumahan Muara Kamal dengan berjalan kaki, karena cukup sulit untuk mengelilingi Muara Kamal dengan membawa motor, pertama gang yang sempit, kemudian kedua warga yang cukup aktif beraktifitas entah itu berjalan kaki, sibuk mendorong dirigen air, atau berkendara dengan motor.

Kondisi Jalanan Depan Rumah Warga Muara Kamal

Di Muara Kamal sendiri lebih banyak rumah kayu tingkat, terutama rumah-rumah di dekat tanggul. Mungkin untuk menghemat biaya peningkatan rumah. Akan tetapi hal yang paling saya sadari dan tidak tahan adalah kebersihan, untuk pertama kalinya saya mencium bau yang tidak bisa saya deskripsikan dan nyaris muntah. Untung saja saat itu tidak ada orang, karena kekhawatiran saya saat itu adalah, mereka akan tersinggung dengan sikap saya bila melihat kejadian tersebut. Saya sangat heran bagaimana mereka bisa hidup disana tanpa terganggu seperti saya.

Hal yang paling menyedihkan dari Muara Kamal adalah, 10 menit dari sana, kita sudah bisa melihat komplek rumah mewah dan jajaran kafe dan restoran seperti Starbucks dan Marugame Udon. Hal ini selain membuktikan tidak meratanya ekonomi, juga membuktikan warga Muara Kamal merasa pindah rumah adalah hal yang mustahil karena harga rumah dan kontrakan yang sudah tidak bersahabat lagi.

Berdasarkan sikap orang-orang sekitar terhadap saya selama menjalani tugas, dapat dikatakan Muara Kamal memperlakukan pendatang lebih ramah dan sopan dibandingkan Muara Baru. Mereka mudah untuk diajak berbicara dan sangat membantu dalam saya mencari informasi dengan memberi saran-saran dan keluhan warga lain.

Sementara saya kurang menyarankan Muara Baru untuk kaum wanita. Sebelum memastikan rumah pompa sebagai tempat saya untuk mengerjakan tugas, saya sempat melakukan survei didaerah pelabuhan yang hanya 5 menit jauhnya. Sikap tidak ramah, jawaban singkat yang tidak membantu, bahkan catcalling saya dapatkan disana.

Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta

Mungkin dikarenakan amat sangat jarang untuk menemukan wanita disana, walau bukan berarti hal itu pantas untuk dilakukan. Saat itu saya merasa sangat beruntung karena tidak sendirian dan ditemani teman sekelas, yang juga berniat melakukan survei di pelabuhan.

Namun di rumah pompa, para pekerja disana sangat ramah dan informatif. Hari pertama melakukan survei saya sudah diajak berkeliling, dan diajak melihat pekerjaan apa yang mereka lakukan. Setelah saya bertanya mengenai alasan tour yang mereka berikan, saya diberitahu bahwa mereka sudah terbiasa menerima mahasiswa yang ingin melakukan penelitian.

Pembersihan Mesin Pompa di Rumah Pompa Waduk Pluit

Selain itu mereka memang telah diperintahkan oleh atasan untuk memperbolehkan mahasiswa untuk melakukan wawancara atau sekedar berkeliling, tempat ini sangat saya sarankan untuk mahasiswa yang hendak meneliti tentang hal yang berhubungan dengan air, sampah dan pompa.

Terakhir hal yang saya pelajari dan sadari adalah, penggunaan bahasa yang digunakan oleh narasumber. Penataan dan penggunaan bahasa yang digunakan oleh kedua narasumber sangat berbeda, menurut saya hal itu mungkin disebabkan oleh tingkat Pendidikan dan pengalaman wawancara mereka.

Ibu Kartini dari Muara Kamal yang hanya lulusan sekolah dasar sering terbata-bata, melakukan pengulangan kata, keluar dari konteks pertanyaan, suara sering tiba-tiba besar dan sering menggunakan “uhmm..ehh” saat berbicara.

Hal itu sangat berbeda ketika saya mewawancarai bapak Hendry Kurniawan, operator rumah pompa Waduk Pluit. Beliau merupakan PNS, dan memang para operator rumah pompa Waduk Pluit haruslah PNS. Ketika mewawancarai beliau, penataan kata yang beliau gunakan rapih, terlihat santai karena pernah mempunyai pengalaman diwawancara, tidak keluar dari konteks pertanyaan, dan banyak berbicara yang penuh informasi, walaupun saya baru bertanya satu pertanyaan. Waktu yang saya gunakan untuk mewawancara beliau lebih singkat ketimbang bersama ibu Kartini.

Dari itu semua saya belajar bahwa perlu kesabaran yang luar biasa dan tingkat kejelian yang tinggi untuk melakukan wawancara dengan seseorang, untuk mendapatkan hasil yang diinginkan.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.