“Sebab sendiri kau memang bisa berjalan lebih cepat, tapi bersama kau bisa pergi lebih jauh”
-Rianto Astono-
Entah mengapa kata ini menjadi ‘terotak’ setelah saya menonton video baru dari channel YouTube tersebut. Channel yang selalu membahas tentang ilmu psikologi, marketing, finansial, dan lain sebagainya. Rianto Astono namanya.
Video yang membahas tentang pentingnya untuk membagi beban pekerjaan. Video berdurasi hampir 8 menit tersebut tidak hanya membuka pikiran saya tentang efektifnya sebuah produktifitas, namun juga membuka mata saya untuk lebih mempercayai rekan saya. Terutama disaat dibutuhkannya pekerjaan dalam tim.
Seringkali saya memandang remeh seseorang tanpa melihat dahulu kemampuannya. Saya gelap mata dan glorifikasi kemampuan diri berlebihan, seakan tidak ada seorangpun yang dapat memenuhi sisi perfeksionis saya dalam bekerja. Dan kata ini muncul menampar saya bahwa tujuan yang konsisten hanya mampu dikerjakan oleh seseorang yang mau berkolaborasi dengan orang lain.
Saya Muhammad Fadli Fakhrur Rizqi, seorang mahasiswa Ilmu Komunikasi dari Universitas Budi Luhur yang memiliki ketertarikan di dunia penulisan, perfilman, jurnalistik dan juga sound mixing. Berbagai pengalaman telah saya jalani sebagai usaha saya untuk mencari jati diri dan juga menemukan siapa diri saya sebenarnya. Mulai dari membuat film pendek dan menjuarainya di berbagai lomba di tingkat SMA sederajat, menjadi asisten sutradara sekaligus sound designer dari sebuah ekstrakurikuler yang juga bisa disebut sebagai komunitas yakni Teater Elektra, menjadi bagian dari rumah produksi Uncommon Pictures, meliput berbagai acara secara langsung, hingga menulis berita artikel.
Memiliki cita-cita sebagai penata suara yang mampu menggugah penonton melalui musik dan suara yang saya ciptakan untuk membangun suasana di dalam sebuah adegan baik itu dalam pertunjukan teater maupun sebuah film. Namun, tidak menutup kemungkinan saya untuk bermimpi dan bercita-cita sebagai sutradara karena keinginan saya untuk bercerita dan didengarkan oleh orang lain tanpa harus kata tersebut terucap dari bibir saya.
Jalan yang saya tempuh kemungkinan sudah pada jalurnya dengan apa yang saya inginkan. Berkuliah dan menyandang status sebagai mahasiswa komunikasi, erat kaitannya dengan sisi jurnalistik yang juga menuntut saya untuk jauh lebih kritis dan mendalam saat membuat sebuah berita atau meneliti fenomena tertentu yang bisa saja menjadi inspirasi saya untuk bercerita, baik itu melalui audio visual maupun tulisan saya. Dan tidak hanya itu saja, menjadi mahasiswa komunikasi juga berarti menjadi mahasiswa yang mampu menyampaikan pesan melalui media apapun yang dimiliki.
Walaupun sebenarnya menjadi mahasiswa komunikasi adalah pelarian saya sebagai remaja yang tidak memiliki kemampuan untuk mengenyam perkuliahan khusus perfilman, namun dengan semangat saya yang tinggi dan kecenderungan saya untuk ingin tahu lebih membuat diri saya menjadi terpacu untuk belajar lebih banyak ilmu yang tidak hanya fokus kepada perfilman. Lagipula, dengan saya belajar di bidang komunikasi, saya dapat mengetahui lebih dalam tentang perfilman yang bukan hanya berkutat pada fiksi dan teknis semata, namun ada juga yang membahas tentang sesuatu yang lebih realistis dan subyektif terhadap sesuatu, yakni dokumenter.
Satu hal yang cukup mengganggu saya adalah ketika seseorang yang mendengar kata “film", maka mereka akan membahas tentang cerita, teknis kamera dan akting semata. Mereka lupa bahwa ada sesuatu yang juga sama pentingnya dalam dunia perfilman, yakni scoring musik. Tidak hanya sebagai latar suara belaka, ia juga dapat membantu tensi dan suasana film menjadi lebih hidup sehingga penonton akan merasakan suasana adegan yang lebih terfokus dan tidak monoton. Dan salah satu orang yang ingin memperjuangkan sisi tersebut adalah saya. Orang yang ingin memberitahukan pada dunia bahwa film bukan hanya sekadar kamera dan sutradara belaka, namun ada banyak elemen yang masuk ke telinga Anda secara sadar maupun tidak sadar yang akan mempengaruhi suasana hati Anda dalam menonton sebuah film.
View all posts by Muhammad Fadli Fakhrur Rizqi